(1Tim 6:2c-12; Luk 8:1-3)
“Tidak lama sesudah itu Yesus berjalan
berkeliling dari kota ke kota dan dari
desa ke desa memberitakan Injil Kerajaan Allah. Kedua belas murid-Nya bersama-sama
dengan Dia, dan juga beberapa orang perempuan yang telah disembuhkan dari
roh-roh jahat atau berbagai penyakit, yaitu Maria yang disebut Magdalena, yang
telah dibebaskan dari tujuh roh jahat, Yohana isteri Khuza bendahara Herodes,
Susana dan banyak perempuan lain. Perempuan-perempuan ini melayani rombongan
itu dengan kekayaan mereka.”(Luk
8:1-3), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
· ”Konco wingking” (=teman yang berada di belakang), demikian atribut yang sering dikenakan orang Jawa,
suami terhadap isterinya. Di pedesaan pada umumnya ketika berjalan sang isteri
atau perempuan berada di belakang sang suami/laki-laki, demikian juga di dalam
pesta-pesta para ibu/perempuan di belakang/dapur dan para bapak di pendopo
utama/tempat perjamuan pesta. Dengan kata lain kaum perempuan dipandang sebagai
kelas dua atau nomor dua, berada di balik/belakang laki-laki dan fungsinya
melayani. Dari berbagai peristiwa atau usaha mereka yang berada di belakang
atau tercatat nomor dua ini sering cukup menentukan. Sebagai contoh konon Ibu
Tien Suharto cukup menentukan dan berpengaruh pada kebijakan kepemimpinan Bapak Suharto, presiden Indonesia yang cukup lama berkuasa. Di dalam keluarga-keluarga
pun peran ibu atau isteri juga sering lebih berpengaruh dalam kehidupan
berkeluarga dan juga pada suaminya. Pelayan atau pembantu dalam hidup biasa
mungkin tidak masuk hitungan, tetapi di masa liburan Idul Fitri saat ini
kiranya baru terasa peran dan fungsi pembantu di dalam keluarga atau kehidupan
bersama. Di tinggal cuti pembantu lingkungan hidup bersama atau rumah tangga
kurang terawat dan mungkin amburadul. Di dalam hidup berkeluarga juga jika
suami meninggal dunia pada umumnya isteri masih sanggup merawat dan mengurus
anak-anaknya, sedangkan ketika sang isteri meninggal dunia maka sang suami bisa
bingung dalam merawat dan mengurus anak-anaknya; dengan kata lain menjanda
nampaknya lebih tahan daripada menduda. Memang yang nampak lemah dan rapuh di
dunia ini pada umumnya akan berarti dan fungsional dalam suasana yang kurang
aman atau dalam bahaya, maka dengan ini kami berharap kepada kita semua untuk
lebih memperhatikan mereka yang dipandang rendah di dunia ini, entah rekan
perempuan, para pembantu rumah tangga, satpam, pengemudi, dst..
· “Asal ada
makanan dan pakaian, cukuplah.Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam
pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang
mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan
kebinasaan.Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu
uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan
berbagai-bagai duka”(1Tim 6:8-10).
Sapaan atau peringatan Paulus kepada Timoteus ini kiranya baik menjadi
permenungan atau refleksi kita. Kita dipesan atau diingatkan untuk hidup
sederhana, “asal ada makanan dan pakaian,
cukuplah”. Uang pada dasarnya netral, dapat menjadi jalan ke sorga,
membantu tumbuh berkembang menjadi orang baik dan berbudi pekerti luhur, tetapi
juga dapat menjadi jalan ke neraka, mendorong orang untuk berbuat jahat atau
berdosa. Tempat pelacuran dan judi hemat saya merupakan contoh dimana uang
mendorong orang untuk berdosa Mereka yang suka ke pelacuran atau berjudi
pasti tidak dapat mengatur atau mengurus uang dengan baik. Marilah kita jadikan
uang menjadi jalan ke sorga, untuk membantu kita tumbuh berkembang menjadi
pribadi cerdas beriman, yang semakin dikasihi oleh Tuhan maupun saudara-saudari
kita. Untuk itu antara lain dapat diwujudkan dengan mengalokasikan dana atau
anggaran yang memadai untuk pendidikan atau pembinaan manusia. Di dalam
keluarga anggaran beaya untuk pendidikan anak-anak hendaknya yang utama, dan
sekiranya harus mencari pinjaman hendaknya demi pendidikan anak-anak. Di dalam
pemerintahan kami mendambakan anggaran untuk pendidikan sungguh memadai. Dalam
UU Negara kita dikatakan anggaran pendidikan minimal 20% dan mungkin sekarang
sudah dijalankan, tetapi anggaran tersebut termasuk gaji guru dan dalam
kenyataan mayoritas anggaran digunakan untuk gaji, sedangkan anggaran untuk
proses pembelajaran bersama dengan sarana-prasarana pendukungnya kurang
memadai. Mengharapkan keputusan politis yang benar mungkin masih lama
pelaksanaannya, maka kami berharap para
pengurus atau pengelola yayayan pendidikan untuk mulai, tidak ada kata
terlambat jika belum, mengalokasikan dana yang memadai untuk proses
pembelajaran bersama aneka macam sarana-prarasana pendukungnya.
“Mengapa aku takut pada hari-hari celaka
pada waktu aku dikepung oleh kejahatan pengejar-pengejarku , mereka yang percaya
akan harta bendanya, dan memegahkan diri dengan banyaknya kekayaan mereka?
Tidak seorang pun dapat membebaskan dirinya, atau memberikan tebusan kepada
Allah ganti nyawanya, karena terlalu mahal harga pembebasan nyawanya, dan tidak
memadai untuk selama-lamanya” (Mzm
49:6-9)
Jakarta, 18 September 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar