Selasa, September 08, 2009

"Juga di kota lain Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah Aku diutus."

."(Kol 1:1-8; Luk 4:38-44)

 “Kemudian Ia meninggalkan

rumah ibadat itu dan pergi ke rumah Simon. Adapun ibu mertua Simon demam keras

dan mereka meminta kepada Yesus supaya menolong dia. Maka Ia berdiri di sisi

perempuan itu, lalu menghardik demam itu, dan penyakit itu pun meninggalkan

dia. Perempuan itu segera bangun dan melayani mereka. Ketika matahari terbenam,

semua orang membawa kepada-Nya orang-orang sakitnya, yang menderita

bermacam-macam penyakit. Ia pun meletakkan tangan-Nya atas mereka masing-masing

dan menyembuhkan mereka. Dari banyak orang keluar juga setan-setan sambil

berteriak: "Engkau adalah Anak Allah." Lalu Ia dengan keras melarang

mereka dan tidak memperbolehkan mereka berbicara, karena mereka tahu bahwa Ia

adalah Mesias. Ketika hari siang, Yesus berangkat dan pergi ke suatu tempat

yang sunyi. Tetapi orang banyak mencari Dia, lalu menemukan-Nya dan berusaha

menahan Dia supaya jangan meninggalkan mereka. Tetapi Ia berkata

kepada mereka: "Juga di kota-kota lain Aku harus memberitakan Injil

Kerajaan Allah sebab untuk itulah Aku diutus."Dan Ia memberitakan Injil

dalam rumah-rumah ibadat di Yudea”

(Luk 4:38-44), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

  

Berrefleksi

atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai

berikut:

 

·   Dukun cilik Ponari pernah termashyur: ribuan orang

setiap hari berbondong-bondong minta pengobatan, dan akhirnya Ponari pun tidak

dapat bebas lagi ke mana-mana, bahkan kelelahan dan kurang dapat bergaul dengan

rekan-rekannya. Banyak orang telah disembuhkan oleh Yesus dari berbagai macam

penyakit, dan mereka pun tergerak ‘berusaha menahan Dia supaya jangan meninggalkan mereka’. Namun Yesus menyadari bahwa

Ia adalah Penyelamat Dunia, diutus untuk menyelamatkan seluruh dunia, bukan

daerah atau wilayah tertentu saja, maka menanggapi usaha mereka untuk

menahanNya, Ia berkata: “Juga di

kota-kota lain Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah

Aku diutus”. Sebagai murid-murid atau pengikut Yesus kita semua dipanggil

untuk meneladan Dia, yaitu tidak membatasi diri dalam rangka berbuat baik:

kemanapun kita pergi dan dimanapun kita berada dipanggil untuk berbuat baik

kepada sesama dan saudara-saudari kita, tanpa pandang bulu, SARA, usia,

pengalaman, jabatan, fungsi, dst.. Apa yang disebut ‘baik’ juga berlaku secara

universal, dimana saja dan kapan saja. Maka baiklah pertama-tama dan terutama

kita perhatikan saudara-saudari kita yang sakit atau menderia bermacam-macam

penyakit untuk kita tolong dalam proses penyembuhannya. Mereka yang sakit hati

kita beri perhatian yang memadai, mereka yang sakit jiwa kita sapa dengan penuh

kasih, mereka yang sakit akal budi kita dampingi dengan sepenuh hati, mereka

yang sakit phisik kita obati, dst.. Kita semua dipanggil untuk menjadi

‘pewarta-pewarta kabar baik’ artinya dari diri kita masing-masing senantiasa

terkabarkan atau tersiarkan apa-apa yang baik karena kita memang baik adanya.

 

·   “Kami selalu

mengucap syukur kepada Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, setiap kali kami

berdoa untuk kamu, karena kami telah mendengar tentang imanmu dalam Kristus

Yesus dan tentang kasihmu terhadap semua orang kudus”(Kol 1:3-4), demikian sapaan awal Paulus dalamsuratnya kepada umat di Kolose.

Apa yang telah dilakukan oleh Paulus ini

kiranya dapat kita tiru. Mengucap syukur dan berdoa bagi orang lain, itulah

yang diharapkan dari kita semua. Kita selayaknya bersyukur ketika mendengar

saudara-saudari kita hidup dalam kasih satu sama lain, sebagai perwujudan

imannya kepada Tuhan. Sebagai orang beriman kita dipanggil untuk saling

bersyukur dan berdoa satu sama lain. Sikap bersyukur dan berdoa hendaknya juga

menjadi awal setiap perjumpaan kita dengan orang lain sebagai bukti bahwa kita

sungguh beriman. Kebiasaan saling bersyukur dan berdoa ini kiranya selayaknya

sedini mungkin ditanamkan pada anak-anak di dalam keluarga dan tentu dengan

teladan dari orangtua atau bapak-ibu. Bersyukur kiranya dekat dengan berterima

kasih, maka baiklah saya mengajak anda sekalian untuk mawas diri perihal

‘terima kasih’. Entah telah berapa kali kita mengatakan ‘terima kasih’ kepada

orang lain, misalnya: ketika disapa menjawab ‘terima kasih’, ketika diberi

sesuatu menjawab ‘terima kasih’, ketika dicium menjawab ‘terima kasih’, dst..

Entah apapun yang kita terima adalah perwujudan kasih orang lain kepada kita;

dengan kata lain yang utama dan pertama-tama adalah kasih, bukan materi yang

kita terima. Segala sesuatu yang ‘mendatangi’ kita adalah kasih. Entah telah

berapa kali kita dikasihi/didatangi, mungkin sulit dihitung, maka selayaknya

kita senantiasa hidup dengan bersyukur dan berterima kasih.

 

 

 

Aku ini seperti pohon zaitun yang

menghijau di dalam rumah Allah; aku percaya akan kasih setia Allah untuk

seterusnya dan selamanya. Aku hendak bersyukur kepada-Mu selama-lamanya, sebab

Engkaulah yang bertindak; karena nama-Mu baik, aku hendak memasyhurkannya di

depan orang-orang yang Kaukasihi!”

 

(Mzm 52:10-11)

 

Jakarta, 2 September 2009

Tidak ada komentar: