."(Kol 1:1-8; Luk 4:38-44)
rumah ibadat itu dan pergi ke rumah Simon. Adapun ibu mertua Simon demam keras
dan mereka meminta kepada Yesus supaya menolong dia. Maka Ia berdiri di sisi
perempuan itu, lalu menghardik demam itu, dan penyakit itu pun meninggalkan
dia. Perempuan itu segera bangun dan melayani mereka. Ketika matahari terbenam,
semua orang membawa kepada-Nya orang-orang sakitnya, yang menderita
bermacam-macam penyakit. Ia pun meletakkan tangan-Nya atas mereka masing-masing
dan menyembuhkan mereka. Dari banyak orang keluar juga setan-setan sambil
berteriak: "Engkau adalah Anak Allah." Lalu Ia dengan keras melarang
mereka dan tidak memperbolehkan mereka berbicara, karena mereka tahu bahwa Ia
adalah Mesias. Ketika hari siang, Yesus berangkat dan pergi ke suatu tempat
yang sunyi. Tetapi orang banyak mencari Dia, lalu menemukan-Nya dan berusaha
menahan Dia supaya jangan meninggalkan mereka. Tetapi Ia berkata
kepada mereka: "Juga di kota-kota lain Aku harus memberitakan Injil
Kerajaan Allah sebab untuk itulah Aku diutus."Dan Ia memberitakan Injil
dalam rumah-rumah ibadat di Yudea”
(Luk 4:38-44), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
· Dukun cilik Ponari pernah termashyur: ribuan orang
setiap hari berbondong-bondong minta pengobatan, dan akhirnya Ponari pun tidak
dapat bebas lagi ke mana-mana, bahkan kelelahan dan kurang dapat bergaul dengan
rekan-rekannya. Banyak orang telah disembuhkan oleh Yesus dari berbagai macam
penyakit, dan mereka pun tergerak ‘berusaha menahan Dia supaya jangan meninggalkan mereka’. Namun Yesus menyadari bahwa
Ia adalah Penyelamat Dunia, diutus untuk menyelamatkan seluruh dunia, bukan
daerah atau wilayah tertentu saja, maka menanggapi usaha mereka untuk
menahanNya, Ia berkata: “Juga di
kota-kota lain Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah
Aku diutus”. Sebagai murid-murid atau pengikut Yesus kita semua dipanggil
untuk meneladan Dia, yaitu tidak membatasi diri dalam rangka berbuat baik:
kemanapun kita pergi dan dimanapun kita berada dipanggil untuk berbuat baik
kepada sesama dan saudara-saudari kita, tanpa pandang bulu, SARA, usia,
pengalaman, jabatan, fungsi, dst.. Apa yang disebut ‘baik’ juga berlaku secara
universal, dimana saja dan kapan saja. Maka baiklah pertama-tama dan terutama
kita perhatikan saudara-saudari kita yang sakit atau menderia bermacam-macam
penyakit untuk kita tolong dalam proses penyembuhannya. Mereka yang sakit hati
kita beri perhatian yang memadai, mereka yang sakit jiwa kita sapa dengan penuh
kasih, mereka yang sakit akal budi kita dampingi dengan sepenuh hati, mereka
yang sakit phisik kita obati, dst.. Kita semua dipanggil untuk menjadi
‘pewarta-pewarta kabar baik’ artinya dari diri kita masing-masing senantiasa
terkabarkan atau tersiarkan apa-apa yang baik karena kita memang baik adanya.
· “Kami selalu
mengucap syukur kepada Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, setiap kali kami
berdoa untuk kamu, karena kami telah mendengar tentang imanmu dalam Kristus
Yesus dan tentang kasihmu terhadap semua orang kudus”(Kol 1:3-4), demikian sapaan awal Paulus dalamsuratnya kepada umat di Kolose.
Apa yang telah dilakukan oleh Paulus ini
kiranya dapat kita tiru. Mengucap syukur dan berdoa bagi orang lain, itulah
yang diharapkan dari kita semua. Kita selayaknya bersyukur ketika mendengar
saudara-saudari kita hidup dalam kasih satu sama lain, sebagai perwujudan
imannya kepada Tuhan. Sebagai orang beriman kita dipanggil untuk saling
bersyukur dan berdoa satu sama lain. Sikap bersyukur dan berdoa hendaknya juga
menjadi awal setiap perjumpaan kita dengan orang lain sebagai bukti bahwa kita
sungguh beriman. Kebiasaan saling bersyukur dan berdoa ini kiranya selayaknya
sedini mungkin ditanamkan pada anak-anak di dalam keluarga dan tentu dengan
teladan dari orangtua atau bapak-ibu. Bersyukur kiranya dekat dengan berterima
kasih, maka baiklah saya mengajak anda sekalian untuk mawas diri perihal
‘terima kasih’. Entah telah berapa kali kita mengatakan ‘terima kasih’ kepada
orang lain, misalnya: ketika disapa menjawab ‘terima kasih’, ketika diberi
sesuatu menjawab ‘terima kasih’, ketika dicium menjawab ‘terima kasih’, dst..
Entah apapun yang kita terima adalah perwujudan kasih orang lain kepada kita;
dengan kata lain yang utama dan pertama-tama adalah kasih, bukan materi yang
kita terima. Segala sesuatu yang ‘mendatangi’ kita adalah kasih. Entah telah
berapa kali kita dikasihi/didatangi, mungkin sulit dihitung, maka selayaknya
kita senantiasa hidup dengan bersyukur dan berterima kasih.
“Aku ini seperti pohon zaitun yang
menghijau di dalam rumah Allah; aku percaya akan kasih setia Allah untuk
seterusnya dan selamanya. Aku hendak bersyukur kepada-Mu selama-lamanya, sebab
Engkaulah yang bertindak; karena nama-Mu baik, aku hendak memasyhurkannya di
depan orang-orang yang Kaukasihi!”
(Mzm 52:10-11)
Jakarta, 2 September 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar