Selasa, September 08, 2009

“Anggur yang baru harus disimpan dalam kantong yang baru pula”.

(Kol 1:15-20; Luk 5:33-39)

 “Orang-orang Farisi itu berkata pula

kepada Yesus: "Murid-murid Yohanes sering berpuasa dan sembahyang,

demikian juga murid-murid orang Farisi, tetapi murid-murid- Mu makan dan

minum." Jawab Yesus kepada mereka: "Dapatkah sahabat mempelai

laki-laki disuruh berpuasa, sedang mempelai itu bersama mereka? Tetapi akan

datang waktunya, apabila mempelai itu diambil dari mereka, pada waktu itulah

mereka akan berpuasa." Ia mengatakan juga suatu perumpamaan kepada mereka:

"Tidak seorang pun mengoyakkan secarik kain dari baju yang baru untuk

menambalkannya pada baju yang tua. Jika demikian, yang baru itu juga akan koyak

dan pada yang tua itu tidak akan cocok kain penambal yang dikoyakkan dari yang

baru itu. Demikian juga tidak seorang pun mengisikan anggur yang baru ke dalam

kantong kulit yang tua, karena jika demikian, anggur yang baru itu akan

mengoyakkan kantong itu dan anggur itu akan terbuang dan kantong itu pun

hancur. Tetapi anggur yang baru harus disimpan dalam kantong yang baru pula.

Dan tidak seorang pun yang telah minum anggur tua ingin minum anggur yang baru,

sebab ia akan berkata: Anggur yang tua itu baik.”

(Luk 5:33-39), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

 

 

 

Berrefleksi

atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai

berikut:

 

·   Hari-hari ini kita masih dalam suasana puasa yang

dijalani oleh saudara-saudari kita, umat Islam, maka kutipan Warta Gembira hari

ini kiranya baik menjadi permenungan atau refleksi kita. Salah satu tujuan

berpuasa adalah mengendalikan dan mengatur keinginan yang tak teratur

sedemikian rupa, sehingga kita hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan

di dalam hidup sehari-hari. Buah berpuasa adalah pembaharuan cara hidup dan

cara bertindak, hidup baru dengan menghayati kehendak Tuhan dalam hidup

sehari-hari. Maka Yesus bersabda: “Anggur

yang baru harus disimpan dalam kantong yang baru pula”. Selama menjalani

puasa antara lain orang mengadakan pendalaman hidup beragama atau beriman,

dan  selama itu juga kiranya ditemukan

aneka ajaran, nasihat, petuah, tuntunan baru. Maka baiklah apa yang ditemukan

tersebut tidak hanya disimpan dalam hati, tetapi hendaknya menjadi nyata dalam

perilaku atau tindakan. Cara hidup dan cara bertindak yang tidak sesuai dengan

kehendak Tuhan hendaknya ditinggalkan dan kemudian memeluk dan menghayati cara

hidup dan cara bertindak baru, yang dijiwai keutamaan-keutamaan seperti “kasih, sukacita, damai sejahtera,

kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.”(Gal

5:22-23). Rasanya yang cukup mendesak untuk dihayati adalah ‘penguasaan diri’,

mengingat dan memperhatikan cukup banyak orang tidak dapat menguasai atau

mengatur diri sendiri. Jika kita mampu menguasai diri sendiri, maka sikap

terhadap orang lain berarti melayani dan mengasihi, sedangkan jika kita tidak

mampu menguasai diri sendiri, maka sikap terhadap orang lain berarti menindas

dan melecehkan.

 

·   “Ialah kepala

tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang

mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu. Karena seluruh

kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia, dan oleh Dialah Ia memperdamaikan

segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga,

sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus.”(Kol 1:18-20).

Kita adalah anggota tubuh atau jemaat/umat Allah, paguyuban umat beriman.

Masing-masing dari kita telah diperdamaikan dengan Allah ‘oleh darah salib Kristus’, maka kita semua dipanggil untuk hidup

berdamai dengan siapapun dan apapun, dengan sesama manusia, binatang, tanaman

dan lingkungan hidup. Maka hendaknya jangan menyakiti mereka, melainkan

kasihilah mereka. Semua ciptaan di dunia ini diciptakan oleh Allah dalam dan

oleh kasih, maka dapat tumbuh berkembang juga hanya dalam dan oleh kasih.

Mungkin di antara kita sering takut mendekati orang atau binatang tertentu,

karena nampak menakutkan atau ganas, padahal mereka itu jika didekati dan

disikapi dalam dan oleh kasih pasti akan menjadi sahabat. Ingat dan perhatikan

para pawang binatang buas yang dapat bercanda dan berkasih-kasihan dengan

binatang-binatang buas seperti singa, ular, dst.. Binatang saja didekati dan

disikapi dalam dan oleh kasih dapat menjadi sahabat dan teman bercanda, apalagi

manusia, ciptaan termulia dan terluhur, yang diciptakan sesuai dengan citra

atau gambar  Allah.. Dekati, sikapi dan

perlakukan saudara-saudari kita dalam dan oleh kasih, karena masing-masing dari

kita juga ‘yang terkasih’ atau ‘buah kasih’.

“Yang terkasih bertemu dengan yang terkasih” secara otomatis akan saling

mengasihi, itulah panggilan dan tugas pengutusan kita semua, umat beriman, umat

Allah.

 

 

 

“Beribadahlah kepada TUHAN dengan

sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai! Ketahuilah, bahwa

TUHANlah Allah; Dialah yang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan

kawanan domba gembalaan-Nya. Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian

syukur, ke dalam pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya dan

pujilah nama-Nya! Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya,

dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun”

 

(Mzm 100:2-5).

 

Jakarta, 4 September 2009      

Tidak ada komentar: