(Kol 1:24-2:3; Luk 6:6-11)
“Pada suatu hari Sabat lain, Yesus masuk
ke rumah ibadat, lalu mengajar. Di situ ada seorang yang mati tangan
kanannya.Ahli- ahli Taurat dan orang-orang Farisi mengamat-amati Yesus, kalau-kalau
Ia menyembuhkan orang pada hari Sabat, supaya mereka dapat alasan untuk
mempersalahkan Dia.Tetapi Ia mengetahui pikiran mereka, lalu berkata kepada
orang yang mati tangannya itu: "Bangunlah dan berdirilah di tengah!"
Maka bangunlah orang itu dan berdiri.Lalu Yesus berkata kepada mereka:
"Aku bertanya kepada kamu: Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat,
berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau
membinasakannya? " Sesudah itu Ia memandang keliling kepada mereka semua,
lalu berkata kepada orang sakit itu: "Ulurkanlah tanganmu!" Orang itu
berbuat demikian dan sembuhlah tangannya. Maka meluaplah amarah mereka, lalu
mereka berunding, apakah yang akan mereka lakukan terhadap Yesus”
(Luk 6:6-11), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
· Hari Sabat adalah hari khusus yang dipersembahkan
kepada Tuhan, dan dalam peraturan hari Sabat antara lain orang tidak boleh
bekerja dan diharapkan berisirahat menikmati kebersamaan dengan Tuhan dan
saudara-saudari sekeluarga atau dekat. Dengan kata lain pada hari Sabat orang
diharapkan senantiasa berbuat baik, hidup dan bertindak berdasarkan kaidah
moral yang benar. Cukup menarik apa yang dilakukan oleh para ahli Taurat dan
orang-orang Farisi: mereka berpikiran jahat terhadap orang lain dan berusaha
untuk melihat kesalahan atau kekurangan orang lain, yaitu Yesus. Menanggapi
pikiran jahat mereka Yesus menyembuhkan orang sakit sambil berkata:”Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat,
berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau
membinasakannya?”.Jawaban yang benar adalah ‘berbuat baik dan menyelamatkan
nyawa orang’., maka marilah kita senantiasa berusaha berbuat baik dan
menyelamatkan nyawa orang tidak hanya pada hari Sabat/Minggu saja, tetapi
setiap hari atau setiap saat dimanapun dan kapanpun. Maka ketika melihat
siapapun yang sungguh membutuhkan bantuan marilah segera kita bantu sesuai
dengan kebutuhannya dan kemampuan kita. Berbuat baik tidak perlu izin atau
minta rekomendasi dari orang lain; sebaliknya kepada para pemimpin atau atasan
kami harapkan untuk berterima kasih dan bersyukur ketika bawahan atau
anggotanya berbuat baik, meskipun apa yang mereka lakukan nampaknya tidak
sesuai dengan aturan atau tatanan hidup. Aturan atau tatanan berada pada ranah
norma hukum, sedangkan baik berada ranah norma moral; norma moral berada di
atas atau mengatasi norma hukum. Demikian juga nyawa lebih penting dan utama
daripada tubuh atau aturan dan tatanan hidup.
· “Sekarang aku
bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam
dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu
jemaat” (Kol 1:24), demikian
kesaksian iman Paulus kepada umat di Kolose, kepada kita semua orang yang
beriman kepada Yesus Kristus. Bersukacita dalam penderitaan pelayanan kepada
orang lain atau sesama, itulah panggilan dan tugas pengutusan kita semua. Apa
yang dikatakan Paulus ini kiranya senada dengan seorang ibu yang bersedia menderita
dalam melahirkan anaknya, dan itu dilakukan atau dihayati dalam dan oleh
cintakasih. Penderitaan yang lahir dari cintakasih memang merupakan jalan
keselamatan atau kebahagiaan sejati. Yesus Kristus telah menderita sengsara dan
wafat di kayu salib demi keselamatan seluruh umat manusia, seluruh dunia, dan
kita dipanggil untuk meneladan Dia. Menderita karena cintakasih dan kebahagiaan
sejati bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan tetapi tak dapat
dipisahkan. Untuk membahagiakan orang lain kita harus siap sedia dan rela
berkorban maupun menderita karena harus berjuang, dan dalam penderitaan itulah
terjadi kebahagiaan sejati. Sebagai contoh kiranya anda dapat mengenangkan
sejenak ketika anda masih dalam/sedang dalam masa pacaran atau tunangan. Bukankah
selama dalam masa pacaran atau tunangan anda siap sedia untuk menderita dan
berkorban bagi yang lain, pacarnya atau tunangannya, dan dengan demikian anda
merasa puas, nikmat dan bahagia. Marilah
kita sikapi saudara-saudari atau sesama kita bagaikan ‘pacar atau tunangan’
kita, sehingga kita siap sedia dan rela untuk berkorban dan menderita bagi
kebahagiaan dan keselamatan sesama kita. Dalam saling menderita dan berkorban
juga terjadi saling melengkapi dan menyempurnakan.
“Hanya pada
Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku.Hanya Dialah
gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku,
aku tidak akan goyah. Pada Allah ada keselamatanku dan kemuliaanku; gunung batu
kekuatanku, tempat perlindunganku ialah Allah.Percayalah kepada-Nya setiap
waktu, hai umat, curahkanlah isi hatimu di hadapan-Nya; Allah ialah tempat
perlindungan kita”
(Mzm 62:6-7.9).
Jakarta, 7 September 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar