Selasa, September 08, 2009

“Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat”

(Kol 1:24-2:3; Luk 6:6-11)

 

 “Pada suatu hari Sabat lain, Yesus masuk

ke rumah ibadat, lalu mengajar. Di situ ada seorang yang mati tangan

kanannya.Ahli- ahli Taurat dan orang-orang Farisi mengamat-amati Yesus, kalau-kalau

Ia menyembuhkan orang pada hari Sabat, supaya mereka dapat alasan untuk

mempersalahkan Dia.Tetapi Ia mengetahui pikiran mereka, lalu berkata kepada

orang yang mati tangannya itu: "Bangunlah dan berdirilah di tengah!"

Maka bangunlah orang itu dan berdiri.Lalu Yesus berkata kepada mereka:

"Aku bertanya kepada kamu: Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat,

berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau

membinasakannya? " Sesudah itu Ia memandang keliling kepada mereka semua,

lalu berkata kepada orang sakit itu: "Ulurkanlah tanganmu!" Orang itu

berbuat demikian dan sembuhlah tangannya. Maka meluaplah amarah mereka, lalu

mereka berunding, apakah yang akan mereka lakukan terhadap Yesus”

(Luk 6:6-11), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

 

 

 

Berrefleksi

atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai

berikut:

 

·   Hari Sabat adalah hari khusus yang dipersembahkan

kepada Tuhan, dan dalam peraturan hari Sabat antara lain orang tidak boleh

bekerja dan diharapkan berisirahat menikmati kebersamaan dengan Tuhan dan

saudara-saudari sekeluarga atau dekat. Dengan kata lain pada hari Sabat orang

diharapkan senantiasa berbuat baik, hidup dan bertindak berdasarkan kaidah

moral yang benar. Cukup menarik apa yang dilakukan oleh para ahli Taurat dan

orang-orang Farisi: mereka berpikiran jahat terhadap orang lain dan berusaha

untuk melihat kesalahan atau kekurangan orang lain, yaitu Yesus. Menanggapi

pikiran jahat mereka Yesus menyembuhkan orang sakit sambil berkata:”Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat,

berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau

membinasakannya?”.Jawaban yang benar adalah ‘berbuat baik dan menyelamatkan

nyawa orang’., maka marilah kita senantiasa berusaha berbuat baik dan

menyelamatkan nyawa orang tidak hanya pada hari Sabat/Minggu saja, tetapi

setiap hari atau setiap saat dimanapun dan kapanpun. Maka ketika melihat

siapapun yang sungguh membutuhkan bantuan marilah segera kita bantu sesuai

dengan kebutuhannya dan kemampuan kita. Berbuat baik tidak perlu izin atau

minta rekomendasi dari orang lain; sebaliknya kepada para pemimpin atau atasan

kami harapkan untuk berterima kasih dan bersyukur ketika bawahan atau

anggotanya berbuat baik, meskipun apa yang mereka lakukan nampaknya tidak

sesuai dengan aturan atau tatanan hidup. Aturan atau tatanan berada pada ranah

norma hukum, sedangkan baik berada ranah norma moral; norma moral berada di

atas atau mengatasi norma hukum. Demikian juga nyawa lebih penting dan utama

daripada tubuh atau aturan dan tatanan hidup.

 

·   “Sekarang aku

bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam

dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu

jemaat” (Kol 1:24), demikian

kesaksian iman Paulus kepada umat di Kolose, kepada kita semua orang yang

beriman kepada Yesus Kristus. Bersukacita dalam penderitaan pelayanan kepada

orang lain atau sesama, itulah panggilan dan tugas pengutusan kita semua. Apa

yang dikatakan Paulus ini kiranya senada dengan seorang ibu yang bersedia menderita

dalam melahirkan anaknya, dan itu dilakukan atau dihayati dalam dan oleh

cintakasih. Penderitaan yang lahir dari cintakasih memang merupakan jalan

keselamatan atau kebahagiaan sejati. Yesus Kristus telah menderita sengsara dan

wafat di kayu salib demi keselamatan seluruh umat manusia, seluruh dunia, dan

kita dipanggil untuk meneladan Dia. Menderita karena cintakasih dan kebahagiaan

sejati bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan tetapi tak dapat

dipisahkan. Untuk membahagiakan orang lain kita harus siap sedia dan rela

berkorban maupun menderita karena harus berjuang, dan dalam penderitaan itulah

terjadi kebahagiaan sejati. Sebagai contoh kiranya anda dapat mengenangkan

sejenak ketika anda masih dalam/sedang dalam masa pacaran atau tunangan. Bukankah

selama dalam masa pacaran atau tunangan anda siap sedia untuk menderita dan

berkorban bagi yang lain, pacarnya atau tunangannya, dan dengan demikian anda

merasa puas, nikmat dan bahagia.  Marilah

kita sikapi saudara-saudari atau sesama kita bagaikan ‘pacar atau tunangan’

kita, sehingga kita siap sedia dan rela untuk berkorban dan menderita bagi

kebahagiaan dan keselamatan sesama kita. Dalam saling menderita dan berkorban

juga terjadi saling melengkapi dan menyempurnakan.

 

 

 

Hanya pada

Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku.Hanya Dialah

gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku,

aku tidak akan goyah. Pada Allah ada keselamatanku dan kemuliaanku; gunung batu

kekuatanku, tempat perlindunganku ialah Allah.Percayalah kepada-Nya setiap

waktu, hai umat, curahkanlah isi hatimu di hadapan-Nya; Allah ialah tempat

perlindungan kita”

 

(Mzm 62:6-7.9).

 

Jakarta, 7 September 2009               

Tidak ada komentar: