Minggu, September 27, 2009

"Barangsiapa menyambut anak ini dalam namaKu, ia menyambut Aku”

(Za.8:1-8; Luk 9:46-50)

Maka timbullah pertengkaran di antara murid-murid Yesus tentang siapakah yang terbesar di antara mereka. Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka. Karena itu Ia mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di samping-Nya, dan berkata kepada mereka: "Barangsiapa menyambut anak ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku; dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia, yang mengutus Aku. Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar." Yohanes berkata: "Guru, kami lihat seorang mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita."Yesus berkata kepadanya: "Jangan kamu cegah, sebab barangsiapa tidak melawan kamu, ia ada di pihak kamu.”

(Luk 9:46-50), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. 


Berrefleksi

atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Anak kecil harus diperlakukan, dirawat, didampingi dalam dan oleh cintakasih, karena ia ‘diadakan dan dilahirkan’ dalam dan oleh cintakasih, ia diciptakan oleh Tuhan dalam dan oleh kasihNya sebagai citra atau gambarNya. Maka Yesus bersabda: “Barangsiapa menyambut anak ini dalam namaKu, ia menyambut Aku; dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia, yang mengutus Aku. Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar”. Yang terbesar dalam Kerajaan Allah atau hidup beragama dan beriman adalah mereka yang tersuci; anak lebih suci daripada orangtuanya, yang muda lebih suci daripada yang tua. Di dalam hidup sehari-hari, dalam aneka macam pergaulan dan kebersamaan, kita dipanggil untuk saling bersikap seperti sedang menyambut anak kecil alias saling mengasihi satu sama lain dengan rendah hati. Hendaknya tidak ada orang yang merasa dirinya atau berpikir bahwa dirinya yang terbesar. Ingatlah dan renungkan bahwa para pemimpin
Gereja, para Uskup dan Paus, yang dianggap yang terbesar, senantiasa menyatakan diri sebagai yang hina dina dan berusaha menghayati panggilan dan pelayanannya dengan cintakasih dan rendah hati. Hidup dan bertindak dalam cintakasih antara lain menghayati keutamaan-keutamaan “sabar; murah hati; tidak cemburu, tidak memegahkan diri dan tidak sombong, tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain” (lih 1Kor 13:4-5). Yang baik kita hayati dan sebarluaskan pada masa kini adalah ‘sabar dan murah hati’, mengingat dan mempertimbangkan cukup banyak orang kurang sabar dan pelit. ‘Sabar dan murah hati’ dapat diwujudkan dengan ‘memboroskan waktu dan tenaga bagi yang sedang dikasihi’. Maka baiklah kepada siapapun yang sedang kita kasihi, marilah kita boroskan waktu dan tenaga kita kepadanya.
· “Beginilah firman TUHAN semesta alam: Sesungguhnya, Aku menyelamatkan umat-Ku dari tempat terbitnya matahari sampai kepada tempat terbenamnya, dan Aku akan membawa mereka pulang, supaya mereka diam di tengah-tengah Yerusalem. Maka mereka akan menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allah mereka dalam kesetiaan dan kebenaran” (Za 8:7-8). Kutipan ini baik menjadi permenungan atau refleksi kita, sebagai umat beriman. “Dari tempat terbitnya matahari sampai kepada tempat terbenamnya” kita senantiasa diselamatkan oleh Tuhan melalui saudara-saudari atau sesama kita. Dengan kata lain kita dipanggil untuk saling menyelamatkan dan membahagiakan. Masing-masing dari kita dipanggil menjadi wahana penyelamatan dan kebahagiaan. Setiap kali berjumpa dengan orang lain, kita juga saling mengucapkan ‘selamat’: selamat datang, selamat jalan, selamat pagi, selamat bertemu, selamat tidur, selamat makan, dst.. Semoga kata-kata tersebut tidak hanya sekedar
basa-basi, sopan santun atau omong kosong belaka, tetapi sungguh saling menjiwai cara hidup dan cara bertindak kita. Tuhan adalah “Allah kita dalam kesetiaan dan kebenaran”, yang berarti jika kita sungguh beriman maka kita dipanggil untuk hidup dalam kesetiaan dan kebenaran: setia pada iman, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing serta senantiasa hidup dalam kebenaran dan mewartakan kebenaran. Selamat, kesetiaan dan kebenaran merupakan tiga serangkai yang harus kita hayati dan sebarluaskan. Lingkungan hidup kita hendaknya kita selamatkan, sehingga kita semua dapat hidup dalam kesetiaan dan kebenaran. Bukankah lingkungan hidup yang asri, bersih, nyaman, sejuk dan indah akan mengundang orang untuk melakukan apa yang benar? Bukankah lingkungan hidup yang demikian itu juga mengundang orang untuk memuji dan memuliakan ‘Tuhan semesta alam’? Marilah kita usahakan bersama lingkungan hidup yang senak, nyaman dan nikmat untuk didiami, sebagai
perwujudan iman kita kepada ‘Tuhan semesta alam’!

Maka bangsa-bangsa menjadi takut akan nama TUHAN, dan semua raja bumi akan kemuliaan-Mu, bila TUHAN sudah membangun Sion, sudah menampakkan diri dalam kemuliaan-Nya, sudah berpaling mendengarkan doa orang-orang yang bulus, dan tidak memandang hina doa mereka. Biarlah hal ini dituliskan bagi angkatan yang kemudian, dan bangsa yang diciptakan nanti akan memuji-muji TUHAN, sebab Ia telah memandang dari ketinggian-Nya yang kudus, TUHAN memandang dari sorga ke bumi, untuk mendengar keluhan orang tahanan, untuk membebaskan orang-orang yang ditentukan mati dibunuh” (Mzm 102:16-21)

Jakarta, 28 September 2009

Tidak ada komentar: