Kamis, September 24, 2009

"Mengapa gurumu makan bersama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?"

(Ef 4:1-7.11-13; Mat 9:9-13)



Setelah Yesus pergi dari situ, Ia
melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata
kepadanya: "Ikutlah Aku." Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia.
Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai
dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid- Nya. Pada
waktu orang Farisi melihat hal itu, berkatalah mereka kepada murid-murid Yesus:
"Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang
berdosa?" Yesus mendengarnya dan berkata: "Bukan orang sehat yang
memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman
ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku

datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.”

(Mat 9:9-13), demikian kutipan Warta Gembira hari ini. 




Berrefleksi
atas bacaan-bacaan dalam rangka
mengenangkan pesta St.Matius, rasul dan penggarang Injil, .hari ini saya
sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Orang-orang yang bersikap mental Farisi pada umumnya
orientasi pergaulan hanya terarah pada mereka yang akan menguntungkan dirinya
atau mereka yang dianggap baik dan terhormat di dunia ini. Mereka kurang
perhatian terhadap mereka yang kurang terpandang dan terhormat di dunia ini,
misalnya para pembantu rumah tangga atau sekolah/tempat kerja , buruh, pesuruh,
satpam, dst.. Mereka yang bersikap mental Farisi pada umumnya juga tidak bersedia
makan bersama dengan yang kurang/tidak terpandang atau terhormat di dunia ini,
dan juga tidak bersedia makan di warung-warung sederhana di pinggir jalan atau
pasar, dst.. Bahkan orang bersikap
mental Farisi juga mudah berkomentar seperti orang-orang Farisi mengomentari
Yesus: “Mengapa gurumu makan bersama-sama
dengan pemungut cukai dan orang berdosa?”. Menanggapi komentar macam itu
Yesus menjawab: “Yang Kukehendaki ialah
belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil
orang benar, melainkan orang berdosa”. Sebagai orang beriman kita dipanggil
untuk meneladan Yesus yang rendah hati, “makan
bersama-sama dengan para pendosa”. Hal ini kiranya secara konkret dapat
kita hayati dengan memperhatikan mereka yang dipandang hina atau rendah di
dunia ini antara lain para pembantu, pesuruh atau satpam. Perhatian tersebut
antara lain dapat diwujudkan dengan sering curhat dengan mereka, menyapa dan
mengunjungi mereka dalam kasih, dan syukur makan dan minum bersama mereka
sambil curhat. Jika kita kurang atau tidak memperhatikan mereka yang dipandang
hina dan rendah atau tidak dapat curhat dan bersama mereka, maka kebersamaan
hidup dan kerja bersama dengan rekan-rekan hemat saya masih dijiwai oleh sikap
mental Farisi. Kami mendambakan kepada para pimpinan unit kerja di manapun
untuk sering ‘turba’, turun ke bawah untuk memperhatikan dan menyapa para
pekerja kasar atau pembantu, dst..

· “Aku
menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu
sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan
itu.Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah
kasihmu dalam hal saling membantu.Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh
ikatan damai sejahter
a”(Ef 4:1-3) Kutipan
ini bagus untuk kita renungkan dan hayati dalam hidup kita sehari-hari,
terutama ajakan “Hendaklah kamu selalu
rendah hati, lemah lembut, dan sabar”. “Rendah
hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan
diri, yaiiu dengan menenggang perasaan
orang lain. Meskipun pada kenyataannya
lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan
diri” (Prof Dr.Edi Sedyawati/edit; Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur,
Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Jika orang dapat menghayati keutamaan
rendah hati ini dengan baik, hemat saya keutamaan lemah lembut dan sabar secara
inklusif telah dihayati juga. Menghayati keutamaan rendah hati dapat kita
laksanakan dengan berusaha menjadi sama dengan sesama dan saudara-saudari kita,
terutama mereka yang dipandang rendah dan hina di dunia ini. Untuk itu
hendaknya tidak menghadirkan diri dihadapan mereka sedemikian rupa sehingga
merangsang pikiran jahat, misalnya dengan pamer pakaian yang mahal, aneka
asessori mahal, dst, melainkan menghadirkan diri dalam dan dengan kesederhaan
baik dalam tutur kata, gaya hidup, gaya berpakaian, dst.. Alangkah indahnya
juga jika kita dapat membantu tugas pekerjaan para pembantu, yang berarti
bekerjasama dengan mereka. “Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu”, demikian
nasihat Paulus, marilah saling membantu ini kita hayati dengan membantu mereka
yang senantiasa membantu kita yaitu para pembantu rumah tangga atau
kantor/tempat kerja.



Langit menceritakan kemuliaan Allah,
dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya; hari meneruskan berita itu
kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam. Tidak ada
berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar; tetapi gema mereka
terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi. Ia
memasang kemah di langit untuk matahari

(Mzm 19:2-5)

”SELAMAT IDUL FITRI, 1 Syawal 1430 H,
mohon maaf lahir batin”



Jakarta, 21 September 2009

Tidak ada komentar: