“Pada suatu kali ketika Yesus berdoa
seorang diri, datanglah murid-murid- Nya kepada-Nya. Lalu Ia bertanya
kepada mereka: "Kata orang banyak, siapakah Aku ini?" Jawab mereka:
"Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia, ada pula yang
mengatakan, bahwa seorang dari nabi-nabi dahulu telah bangkit." Yesus
bertanya kepada mereka: "Menurut kamu, siapakah Aku ini?" Jawab
Petrus: "Mesias dari Allah." Lalu Yesus melarang mereka dengan keras,
supaya mereka jangan memberitahukan hal itu kepada siapa pun. Dan Yesus
berkata: "Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak
oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan
dibangkitkan pada hari ketiga.”
(Luk 9:18-22), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
· Ada orang yang kesibukan sehari-harinya berdagang di
pasar atau sebagai kontraktor bangunan dst. tetapi dalam KTP atau ID-nya tertulis ‘buruh’; ada orang
katolik yang tidak berani memakai nama baptis di tempat kerja, tidak berani
berdoa sebelum dan sesudah makan ketika makan di rumah makan umum, dst.. Memang di balik ‘ketidak-jujuran’ atau
‘ketakutan’ dalam hal jati diri tersebut ada berbagai kemungkinan alasan,
misalnya takut akan kewajiban besar, takut diejek atau disingkirkan dst.. Ketakutan untuk mengakui atau mengimani Yesus
sebagai ‘Mesias dari Allah’ mungkin
masih mewarnai cara hidup dan cara bertindak kita sebagai murid-murid
atau pengikut Yesus, karena mengandung konsekwensi berat yaitu ‘harus
menanggung banyak penderitaan’. Setia pada jati diri, panggilan, tugas
pengutusan dan kewajiban memang tak akan terlepas dari penderitaan dan
perjuangan, sehingga cukup banyak orang kurang atau tidak setia. Setia
pasangannya ialah jujur, setia dan jujur bagaikan mata uang bermuka dua, dapat
dibedakan dan tak dapat dipisahkan. Pertama-tama marilah kita jujur terhadap
‘jati diri’ kita masing-masing dimanapun dan kapanpun, tanpa takut dan was-was
mengakui ‘jati diri’ dihadapan umum. Sekiranya dengan kejujuran jati diri ini
harus menghadapi atau mengalami tantangan, ejekan, sindiran dst.., jadikanlah
semuanya itu sebagai bantuan atau dukungan agar kita konsekwen pada jati diri
kita dan dengan demikian hidup dan bertindak sesuai dengan jati diri kita
masing-masing. Tumbuh berkembang dalam jati diri alias panggilan dan tugas
pengutusan memang harus berani menghadapi dan mengolah aneka macam tantangan,
hambatan, ejekan, sindiran, dst.. Penderitaan dan perjuangan merupakan wahana
pemurnian jati diri, bagaikan emas dibakar untuk memperoleh emas murni.
· “Sedikit waktu
lagi maka Aku akan menggoncangkan langit dan bumi, laut dan darat; Aku akan
menggoncangkan segala bangsa, sehingga barang yang indah-indah kepunyaan segala
bangsa datang mengalir, maka Aku akan memenuhi Rumah ini dengan kemegahan,
firman TUHAN semesta alam. Kepunyaan-Kulah perak dan kepunyaan-Kulah emas,
demikianlah firman TUHAN semesta alam” (Hag 2:7-9). Gempa bumi berkekuatan
cukup besar pada awal bulan September menggoncang pulau Jawa: bangunan yang tak
kuat roboh, rata dengan tanah, sedangkan bangunan yang kuat tetap berdiri
kokoh. Aneka masalah, perubahan dan perkembangan menggoncang kehidupan bersama,
sebagaimana krisis moneter yang menggoncang dunia tahun lalu. Dalam krisis
moneter mereka yang gila akan uang memang sungguh tergoncang, sedangkan mereka
yang hidup sederhana dan tidak gila uang tak terasa apa-apa. Kita telah mendengarkan melaui pengajaran
atau kotbah: firman atau sabda Tuhan, yang diharapkan menjadi pedoman, pegangan
dan kekuatan kita dalam menghadapi gelombang kehidupan yang tiada henti. Adakah
kata-kata atau ayat yang mengesan bagi anda dalam rangka mendengarkan
pengajaran atau kotbah? Jadikanlah kata-kata atau ayat yang mengesan tersebut
sebagai pedoman, pegangan dan kekuatan hidup anda, sebagaimana dipakai oleh
para gembala kita, para uskup, dengan mottonya. Saya pribadi merasa diteguhkan
oleh ayat atau kata-kata ini: “Di dalam Dia
kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada Allah dengan penuh kepercayaan
oleh iman kita kepada-Nya.” (Ef
3:12). Ayat-ayat ini, dengan rendah hati dan dari kelemahan dan kerapuhan saya pribadi, saya coba hayati antara lain dengan berusaha
hidup dan bekerja sesuai dengan kehendak Tuhan alias berusaha taat dan setia
pada aneka tatanan dan aturan yang
terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan. Hidup dan
bertindak dalam Tuhan tiada ketakutan dan kecemasan sedikitpun.
“Berilah keadilan kepadaku, ya Allah,
dan perjuangkanlah perkaraku terhadap kaum yang tidak saleh! Luputkanlah aku
dari orang penipu dan orang curang! Sebab Engkaulah Allah tempat pengungsianku.
Mengapa Engkau membuang aku? Mengapa aku harus hidup berkabung di bawah impitan
musuh? Suruhlah terang-Mu dan kesetiaan-Mu datang, supaya aku dituntun dan
dibawa ke gunung-Mu yang kudus dan ke tempat kediaman-Mu! Maka aku dapat pergi
ke mezbah Allah, menghadap Allah, yang adalah sukacitaku dan kegembiraanku, dan
bersyukur kepada-Mu dengan kecapi, ya Allah, ya Allahku!” (Mzm 43:1-4)
Jakarta, 25 September 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar