(1Tim 6:13-16;Luk 8:4-15)
“Inilah arti perumpamaan itu: Benih itu ialah
firman Allah. Yang jatuh di pinggir jalan itu ialah orang yang telah
mendengarnya; kemudian datanglah Iblis lalu mengambil firman itu dari dalam
hati mereka, supaya mereka jangan percaya dan diselamatkan. Yang jatuh di tanah
yang berbatu-batu itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu,
menerimanya dengan gembira, tetapi mereka itu tidak berakar, mereka percaya
sebentar saja dan dalam masa pencobaan mereka murtad. Yang jatuh dalam semak
duri ialah orang yang telah mendengar firman itu, dan dalam pertumbuhan
selanjutnya mereka terhimpit oleh kekuatiran dan kekayaan dan kenikmatan hidup,
sehingga mereka tidak menghasilkan buah yang matang.Yang jatuh di tanah yang
baik itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya dalam
hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan."( Luk 8:11-15),
demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai
berikut:
· Dalam perjalanan hidup kita sampai saat ini kiranya
kita telah menerima begitu banyak ‘firman Allah’ melalui orang-orang yang telah
dan sedang mengasihi kita, misalnya orangtua, guru/pendidik,
pembimbing/pendampi ng , sahabat, kenalan, rekan bermain maupun bekerja. “Firman
Allah” tersebut antara berupa ajaran, nasihat, saran, kritik, tegoran dst..
yang tidak lain merupakan bentuk kasih mereka kepada kita agar kita tumbuh
berkembang menjadi pribadi baik, cerdas beriman. Pertanyaan bagi kita
masing-masing: apakah aku merupakan ‘tanah berbatu-batu, tanah penuh semak duri
atau tanah baik dan subur’? Kita semua diharapkan menjadi ‘tanah baik dan
subur’ sehingga ketika ditaburi benih, yaitu ‘firman Allah’, benih itupun tumbuh
berkembang menjadi pohon dan menghasilkan buah-buah yang menyelamatkan dan
membahagiakan. Maka sekiranya kita belum menjadi ‘tanah baik dan subur’,
marilah kita berusaha menyuburkan dan memperbaikinya, antara lain dengan
menyingkirkan ‘batu-batu atau semak duri’, yaitu hati yang keras, jiwa yang
tertutup, egois, malas, suka menyalahkan atau melecehkan yang lain dst.. Ketika
kita menerima benih, yaitu ‘firman Allah’ hendaknya benih tersebut diberi
kesempatan untuk tumbuh berkembang, antara lain dengan merawat dan memberi
pupuk. Apa yang kami maksudkan merawat dan memberi pupuk tidak lain adalah
perbuatan-perbuatan baik. Semua perbuatan baik sekecil apapun merupakan wujud
perawatan dan pemupukan. Setiap hari, setiap saya bagi kita ada kesempatan
untuk berbuat baik bagi sesama dan lingkungan hidup kita. Pada hari-hari ini
kiranya cukup banyak saudara-saudari kita yang sedang dalam perjalanan mudik
dalam rangka merayakan Idul Fitri: ada kemungkinan seluruh anggota keluarga
berada dalam satu mobil dan kena kemacetan lalu lintas berjam-jam. Nah, dalam
kemacetan dan kebersamaan tersebut kiranya anda dapat berbuat baik kepada
saudara-saudari anda, entah dalam satu keluarga atau rekan seperjalanan.
· “Di hadapan
Allah yang memberikan hidup kepada segala sesuatu dan di hadapan Kristus Yesus
yang telah mengikrarkan ikrar yang benar itu juga di muka Pontius Pilatus,
kuserukan kepadamu: Turutilah perintah ini, dengan tidak bercacat dan tidak
bercela, hingga pada saat Tuhan kita Yesus Kristus menyatakan diri-Nya” (1Tim 3:13-14), demikian peringatan Paulus kepada
Timotius dan kita semua orang beriman. Perintah apa yang harus kita turuti? “Bertandinglah dalam pertandingan iman yang
benar dan rebutlah hidup yang kekal “(1Tim 6:12) , inilah perintah yang harus kita laksanakan. Untuk
memenangkan pertandingan ini kiranya kita harus bekerjasama. Lahan untuk
pertandingan iman yang benar dan perebutan hidup yang kekal ini tidak lain
adalah keluarga, tempat kerja/kantor, masyarakat atau jalan. Entah apapun yang
kita kerjakan atau lakukan hendaknya membuat kita semakin beriman, semakin
mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan. Di tempat dimana kita berada atau
bekerja kiranya ada aturan atau tatanan hidup yang diberlakukan, maka taati dan
laksanakan aturan atau tatanan hidup tersebut ‘dengan tidak bercacat dan tidak bercela’. Mungkin baik dalam masa
mudik yang ditandai ramainya orang di perjalanan, kami mengajak dan
mengingatkan siapapun yang sedang dalam perjalanan untuk mentaati aneka aturan
dan rambu-rambu lalu lintas ‘dengan tidak
bercacat dan tidak bercela’. Cara hidup dan cara bertindak anda di jalanan
merupakan cermin cara hidup dan cara bertindak bangsa secara umum. Kepada
rekan-rekan umat Islam yang sebentar lagi akan menyelesaikan masa penyucian
diri/puasa, kami harapkan apa yang ada temukan dan hayati selama masa penyucian
diri tersebut terus diabadikan alias dihayati terus menerus di dalam hidup
sehari-hari.
“Beribadahlah kepada TUHAN dengan
sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai! Ketahuilah, bahwa
TUHANlah Allah; Dialah yang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan
kawanan domba gembalaan-Nya. Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian
syukur, ke dalam pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya dan
pujilah nama-Nya! Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya,
dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun”
(Mzm 100:2-5)
Jakarta, 19 September 2009
Kamis, September 24, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar