Kamis, September 24, 2009

“Ia mengutus mereka untuk memberitakan Kerajaan Allah dan untuk menyembuhkan orang”

(Ezr 9:5-9; Luk 9:1-6)



Maka Yesus memanggil kedua belas
murid-Nya, lalu memberikan tenaga dan kuasa kepada mereka untuk menguasai
setan-setan dan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit. Dan Ia mengutus mereka
untuk memberitakan Kerajaan Allah dan untuk menyembuhkan orang, kata-Nya kepada
mereka: "Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan, jangan membawa tongkat
atau bekal, roti atau uang, atau dua helai baju. Dan apabila kamu sudah
diterima dalam suatu rumah, tinggallah di situ sampai kamu berangkat dari situ.
Dan kalau ada orang yang tidak mau menerima kamu, keluarlah dari kota mereka dan
kebaskanlah debunya dari kakimu sebagai peringatan terhadap mereka." Lalu
pergilah mereka dan mereka mengelilingi segala desa sambil memberitakan Injil

dan menyembuhkan orang sakit di segala tempat.”

(Luk 9:1-6), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.




Berrefleksi
atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Padre Pio dari Pietrelcina hari ini
saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Padre Pio adalah seorang imam yang sakit-sakitan,
konon sakit paru-paru kronis, sehingga kurang dapat melayani umat secara
langsung. Namun apa yang terjadi pada dirinya, yaitu kelemahan dan kerapuhan
tubuhnya, menjadi masa berahmat: ia memiliki kesempatan lebih banyak untuk
berdoa. Mujizat pun terjadi: kesehatan semakin membaik dan ia memperoleh rahmat
‘stigmata Kristus’, suatu penglihatan untuk berpartiisipasi dalam penderitaan
dan wafat Yesus demi keselamatan seluruh dunia. Padre Pio kiranya dalam
kelemahan dan kerapuhannya melaksanakan perintah Yesus yang ‘mengutus untuk memberitakan Kerajaan Allah
dan untuk menyembuhkan orang”, ia mendirikan kelompok doa dan rumah sakit
yang cukup modern pada zamannya. Banyak orang tergerak untuk menggabungkan diri
dalam kelompok-kelompok doa yang didirikannya dan banyak orang sakit
disembuhkan melalui rumah sakitnya. Sebagai orang yang beriman kepada Yesus
kita juga dipanggil ‘untuk memberitakan
Kerajaan Allah dan untuk menyembuhkan orang’, maka marilah kita hayati atau
laksanakan tugas panggilan ini sesuai dengan kesempatan dan kemungkinan kita
masing-masing. Dimana ada orang sakit, entah sakit hati, sakit jiwa, sakit akal
budi atau sakit tubuh, berarti Allah kurang atau tidak merajai orang yang
bersangkutan atau lingkungan hidupnya. Marilah kita datangi atau kunjungi saudara-saudari
kita yang membutuhkan penyembuhan atau bantuan, marilah mengorbankan atau
mempersembahkan sebagian tenaga, waktu dan harta benda atau uang kita bagi
mereka yang miskin dan berkekurangan atau menderita sakit.

· “Dan
sekarang, baru saja kami alami kasih karunia dari pada TUHAN, Allah kami yang
meninggalkan pada kami orang-orang yang terluput, dan memberi kami tempat
menetap di tempat-Nya yang kudus, sehingga Allah kami membuat mata kami
bercahaya dan memberi kami sedikit kelegaan di dalam perbudakan kami”(Ezr 9:8). Kutipan ini kiranya baik menjadi
permenungan atau refleksi kita, sebagai umat beriman. “Allah membuat mata kami bercahaya dan memberi kami sedikit kelegaan di
dalam perbudakan”, kutipan inilah yang sebaiknya kita renungkan dan hayati.
Mungkin kita tidak berada dalam perbudakan yang sesungguhnya, tetapi karena
kita kerja keras dan penuh pengorbanan bagi kebahagiaan atau keselamatan orang
lain sering kita merasa lelah atau diperbudak. Dalam perasaan atau pengalaman
macam itu dan mungkin juga pengalaman merasa kurang diperhatikan atau ditinggal
orang lain, marilah kita hayati kasih karunia Tuhan yang tak pernah berhenti:
Tuhan senantiasa mendampingi dan menyertai perjalanan hidup kita dimanapun dan
kapanpun serta dalam kondisi dan situasi macam apapun. Tanda penyertaan dan
pendampingan Tuhan antara lain mata tetap segar dan bercahaya meskipun harus
bekerja keras penuh pengorbanan dan penderitaan. Sorot atau sinar mata memang
merupakan cermin kwalitas kepribadian seseorang: mengasihi atau membenci dapat
dilihat dalam sorot atau sinar matanya. Gerak-gerik mata, misalnya kerlingan
atau kedipan juga dapat menjadi bahasa kasih atau kejahatan, ajakan untuk
berbuat baik atau berbuat jahat. Marilah kita gunakan kerlingan dan kedipan
mata sebagai ajakan untuk berbuat baik kepada orang lain, sebagai ungkapan
kasih kepada saudara-saudari kita. Marilah kita sadari dan hayati bahwa Tuhan ‘memberi
kami tempat menetap di tempatNya yang kudus’, artinya tempat dimanapun dan
kapanpun kita berdiri, duduk atau berada adalah kudus, dan dengan demkian kita
sendiri diharapkan senantiasa dalam keadaan kudus adanya, mata bersinar memikat
dan mempesona.



"Terpujilah Allah yang hidup
selama-lamanya, dan kerajaan-Nyapun tetap untuk sekalian abad. Memang Ia
menyiksa tapi juga mengasihani, Ia menurunkan ke dunia orang mati, tetapi
menaikkan daripadanya juga; tiada seorangpun luput dari tangan-Nya… Wartakanlah
kebesaran-Nya di sana, agungkanlah
Dia di hadapan segala yang hidup. Sebab Dialah Tuhan kita dan Allah, Ia adalah
Bapa kita untuk selama-lamanya. Oleh karena kejahatan kita maka kita
disiksa-Nya, tetapi kita dikasihani-Nya lagi dan dikumpulkan- Nya dari antara sekalian

bangsa, di mana kamu terserak-serak.”

(Tb 13:2.4-5)




Jakarta, 23 September 2009

Tidak ada komentar: