Kemarin aku baca buku tugas putriku tercinta Gabriel Tiffany Elvaretta setiawan yang masih Playgroup. Di halaman terakhir buku tugasnya aku temukan tulisan dari pembimbingnya di playgroup : “Hari Jumat setiap anak diharapkan membawa topeng untuk acara pesta topeng.” Sebagai orang tua tentu saja aku harus membuatkan dan kalo sempet mencarikan topeng buat anakku. Waktu pamitan mau masuk kerja, aku sudah bilang sama Mamae Reta (nama panggilan putriku) kalau aku akan menanyakan lebih dulu ke temen temen kantorku barangkali mereka tau tempat yang menjual topeng anak-anak karena mereka sudah lama di kota Malang.
Waktu pulang kerja aku ditanya istriku apa sudah dapat info tempat yang menjual topeng anak. Dengan sangat terpaksa aku menggelengkan kepala karena lupa menanyakan tempatnya ke temen2 kantorku. Akhirnya kamipun sepakat untuk mencarikan topeng tepatnya membelikan topeng buat putri kecilku karena untuk membuat topeng sendiri aku sudah capek. Lagipula kalo terpaksa membuat topeng sendiri kamipun terpaksa harus keluar rumah juga untuk membeli bahan-bahannya. Jadi jalan pintasnya kami harus keluar rumah naek motor dan beli topeng.
Jam 7 lebih sedikit aku meluncur keluar. Tujuan pertamaku adalah Pasar Blimbing karena inilah tempat yang paling dekat dengan kontrakanku. Sampai di Pasar Blimbing tujuanku pertama adalah penjual mainan di lapak pasar malam Blimbing. Setelah menginterogerasi penjual mainan dari satu lapak ke lapak lain hasilnya tetap nihil. Ada saja alasanya dari yang tidak jual, yang jual tapi hanya di pagi hari sampai yang biasanya jual malem ini dengan sangat kebetulan tidak membawa topengnya. Yah kupikir inilah hak asasi Tuhan untuk para pedagang mainan dan apa yang mereka ingin jual.
Tujuan selanjutnya adalah toko-toko mainan di sekitar pasar Blimbing. Satu dua toko pakaian anak-anak kami masuki barangkali mereka juga menjual topeng untuk anak. Hasilnya nihil juga. Toko ketiga yang kami masuki sempet memberikan harapan. Tetapi harapan itu pupus ketika yang diperlihatkan penjaga tokonya adalah topeng Power Ranger beserta peralatan tempurnya. Tentu saja tidak cocok buat anakku yang seorang cewek bukan cowok yang menyukai mainan jenis ini. Akhirnya Mamae Reta menelpon temannya di Playgroupnya putriku. Dari situ ada info kalo mereka sudah mendapat topeng dan membelinya di Swalayan Mitra.
Atas sarannya, kamipun meluncur lagi ke Swalayan Mitra. Langsung saja kami menuju ke counter mainan anak di lantai 2. Sangat kebetulan lagi, stoknya habis padahal biasanya ada. Oh my God capek banget kali ya udah muter muter gak dapet juga. Kusuruh Mamae Reta menghubungi temannya lagi dimana tepatnya membelikan topeng untuk anaknya karena kupikir di Malang ini ada Mitra I dan Mitra II ato barangkali di tempat lain yang bukan counter mainan anak tetapi tetap di swalayan Mitra. Kabar gembira karena temannya menyarankan untuk mencoba mencari di Toko Merah seberang Mc Donald Kayutangan.
Dengan rasa penasaran kularikan motorku dengan agak kenceng karena jam sudah menunjukkan pukul 8 malem takut sbentar lagi toko tutup. Setibanya di Toko Merah kalo gak salah namanya Avia kuparkir motorku di tepi jalan. Takutnya topengnya gak ada dan aku bisa cepat pulang dan membeli karton untuk membuatkan topeng anakku. Istrikupun dengan sigap masuk toko mengetahui waktu sudah malem. Sambil menunggu di luar kuperhatikan keadaan sekitar. Ternyata di situ ada penjual kue Pukis. Bapak penjualnya sudah tua dan setelah kuperhatikan baik-baik, ternyata sudah agak berkurang penglihatannya. Tiba-tiba dari dalam muncul seseorang dan membuang sebungkus plastik sampah di dekat si penjual Pukis. Kasihan juga Bapak ini pikirku masak dia berjualan makanan disebelahnya di kasi sampah. “Nggak papa Mas saya sudah biasa diperlakukan kayak gitu, maklum orang saya cuma numpang jualan disini” sungguh kata-kata orang yang sabar dan nrimo khas orang Jawa. Dan setelah kuperhatikan setiap orang yang lewat didepannya selalu bilang “Assalammualaikum...”. Kupikir orang-orang wajar mengucapkan salam yang bernuansa islami karena bapak ini memakai baju muslim dan pake peci. Aku agak terheran-heran juga. “Saya sudah lama jualan disini dan sudah kenal ma mereka dan saya selalu menyalami mereka” kata Bapak penjual Pukis mengetahui aku terheran-heran. Kupikir inilah alasan logisnya mengapa setiap orang mengucapkan salam pada Bapak ini.
Tak berapa lama Mamae Reta keluar toko sambil membawa sebungkus plastik. “Dapet Ma...?” kataku penasaran begitu dia mendekat ke tempatku dan penjual pukis tadi. “Dapet Yah.., harganya Cuma 3500..” katanya. Ahhhh lega sekali rasanya dapet topeng anakku. Setelah kuperiksa isinya sepuluh buah topeng. Bisa dibagikan ke temen-temenya Reta nih yang barangkali besok belum membawa topeng karena malam ini belum membuat atau belum dapet. Kukeluarkan uang 6 ribuan lagi untuk membeli kue Pukis. Dengan ditambah sedikit gula rasanya ternyata enak juga. Kutinggalkan Bapak Penjual Pukis yang baek tadi dengan sedikit senyum di wajahnya karena mendapat rejeki dari Tuhan. Waktu menstarter motorku kulihat sekali lagi Bapak Penjual Pukis tadi. Ternyata sudah ada yang berhenti dan membeli kue Pukisnya. Puji Tuhan pikirku.
Malam ini ada rasa bahagia dalam benakku. Disamping dapet topeng untuk putriku aku juga dapat pelajaran berharga dari Bapak Penjual Pukis. Bersikap sopan, sabar, nerimo adalah sikap yang patut diteladani. Aku juga selalu inget perkataan dari dosenku. Orang Indonesia itu kalo beli barang di pasar atau kaki lima selalu menawar padahal penjualnya rata-rata orang yang tidak punya atau ekonominya pas pasan. Sementara kalo mereka beli di pasar swalayan yang dimiliki orang-orang kaya mereka tidak pernah menawar apalagi waktu membeli mobil di showroom jarang orang menawar untuk membeli mobil baru. Itulah kadang mengapa aku suka membeli dari orang orang sederhana seperti penjual Pukis tadi dan tidak pernah menawar lagi berapapun harga yang disebutkan.
Selamat malam Bapak Penjual Pukis, semoga sehat selalu dan banyak rejeki ya Pak. Amin.
Riverside, 12 Maret 2009 9.57PM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar