Rabu, Maret 11, 2009

Syukur

Oleh : Rm. Ign Adam Suncoko, Pr.

Beberapa hari yang lalu saya mendapat kiriman suatu kisah dari seorang teman yang sedang sibuk bekerja di luar negeri sebagai berikut :

 “Ada seorang mandor bangunan yang sedang bekerja di sebuah gedung bertingkat. Suatu ketika ia ingin menyampaikan pesan penting kepada tukang yang sedang bekerja di lantai bawahnya. Mandor ini berteriak-teriak memanggil seorang tukang bangunan yang sedang bekerja di lantai bawahnya agar mau mendongak ke atas sehingga ia dapat menjatuhkan catatan pesan. Suara mesin-mesin dan pekerjaan yang bising menyebabkan tukang yang sedang bekerja di lantai bawahnya tidak dapat mendengar panggilan dari sang mandor. Meskipun sudah berusaha berteriak lebih keras lagi, usaha sang mandor tetaplah sia-sia. 

Akhirnya untuk menarik perhatian , mandor ini mempunyai ide melemparkan koin uang logam yang ada di kantong celananya ke depan seorang tukang yang sedang bekerja di lantai bawahnya. Tukang yang bekerja di bawahnya begitu melihat koin uang di depannya berhenti bekerja sejenak kemudian mengambil uang logam itu lalu melanjutkan pekerjaannya kembali. Beberapa kali mandor itu mencoba melemparkan uang logam, tetapi tetap tidak berhasil membuat pekerja yang ada di bawahnya untuk mau mendongak ke atas.

Tiba-tiba mandor itu mendapatkan ide lain. Ia kemudian mengambil batu kecil yang ada di depannya dan melemparkannya ke bawah tepat mengenai seorang pekerja yang ada di bawahnya. Karena merasa sakit kejatuhan batu, pekerja itu kemudian mendongak ke atas mencari siapa yang melempar batu itu. Kini sang mandor dapat menyampaikan pesan penting dengan menjatuhkan catatan pesan dan diterima oleh pekerja di lantai bawahnya.”

Barusan saya juga berjumpa dengan seorang rekan saya yang dulunya jarang berolah raga. Suatu ketika ia menjadi sangat rajin olahraga bersepeda. Ia membeli sebuah sepeda yang harganya cukup mahal, hampir sama dengan harga sebuah sepeda motor. Ketika bertemu dengannya, saya menanyakan kepadanya mengapa sekarang menjadi begitu rajin olahraga bersepeda dan membeli sepeda yang cukup mahal. 

Dia mengatakan bahwa beberapa waktu lalu ia baru menjenguk seorang rekannya yang terkena penyakit jantung dan harus dirawat di rumah sakit. Rekannya harus menjalani operasi dan perawatan di rumah sakit yang menghabiskan biaya puluhan kali dari harga sebuah sepeda yang mahal sekalipun. Ia tahu bahwa rekannya ini begitu sibuknya dalam bekerja mengejar karier sehingga melupakan kegiatan olahraga. 

Inilah yang membuatnya sadar betapa berharganya kesehatan yang diberikan Tuhan dan menjaganya dengan baik melalui kegiatan olahraga bersepeda. Inilah contoh pribadi yang memiliki kecerdasan hati sehingga tidak perlu menunggu Tuhan menjatuhkan “batu“ kepada kita untuk mau bersyukur atas rahmat yang diberikannya.

Dalam hidup ini sudah begitu banyak rahmat dan berkat Tuhan yang senantiasa mengalir setiap saat kepada kita. Bisa jadi kita memiliki pekerjaan yang baik, memiliki kesehatan yang kita rasakan, memiliki kedua mata untuk melihat, kedua kaki yang menopang tubuh kita, kelengkapan panca indera yang sempurna, mendapatkan rejeki yang kita nikmati setiap hari, keluarga yang bahagia dan lain sebagainya. Semua itu sesungguhnya adalah rahmat dan berkat Tuhan yang tak ternilai harganya. Sudahkah hal itu menjadikan kita selalu menengadahkan wajah kepada-Nya, mengingat dan bersyukur atas rahmat-Nya? Ataukah hal itu belum menarik perhatian kita sehingga menunggu Allah menjatuhkan “batu” kepada kita?

Sumber : Nuansa Kasih Edisi 582 Gereja Katolik St. Albertus De Trapani Malang.


Tidak ada komentar: