Minggu, Mei 03, 2009

It’s Hot Than Hell (Earth)!

Beberapa waktu lalu saya dan keluarga berjalan-jalan ke Kota Batu Malang. Tak disangka memasuki kota Batu, ban motor belakang kami kempes sehingga terpaksa kami mampir ke bengkel terdekat. Setelah diperiksa oleh petugas bengkel ternyata ban motor belakang sudah ada yang ditambal. Saya tanya ke tukang bengkelnya sudah ada berapa tambalan di ban tersebut. “Ada empat Pak!” katanya. Dengan sangat terpaksa saya minta ganti ban. Di kalangan rider amatir seperti saya tambalan ban melebihi tiga adalah sesuatu yang berbahaya dan harus segera ditindaklanjuti apalagi perjalanan saya masih jauh.

Sambil menunggu ganti ban saya berbincang-bincang dengan pemilik bengkel yang kebetulan sangat ramah dan bengkel masih sepi sepagi itu. Perbincangan dimulai dengan tujuan kami mau jalan kemana. Ketika kujelaskan bahwa tujuan kami ke Selecta untuk “mengademkan” diri dari suasana dan cuaca Kota Malang yang panas beliau mulai antusias. “Kena” pikirku atas pancinganku untuk sekedar berbincang-bincang.

 “Dulu Malang memang dikenal kota dingin dan sejuk Mas di akhir tahun 70-80an” beliau memulai ceritanya. “Setelah itu sejak sembilan puluhan keatas Malang mulai sejuk menjelang panas dan 2000an keatas sudah panas”. Tentu saja ini cerita menarik karena menurut kami Malang kota yang dingin sampai sekarang. Sehingga sebagai imigran Ngalam kami penasaran juga. “Masak sih Pak?” kataku mengorek keterangan lebih lanjut.

 “Iya, dulu kami juga tinggal di kota Malang dari saya kecil sampai saya menikah. Malang waktu itu masih dingin sekali kalo malam. Dan kalo siang masih sejuk kalo siang hari. Terus sekitar tahun 80-an saya menikah dengan istri saya pindah ke Kota Batu karena Malang sudah kehilangan kesejukannya. Malang hanya dingin kalau bulan kemarau dan anginya kencang serta memasuki musim hujan panjang. Tahun 80-an ini Kota Batu masih dingin juga sehingga kami pindah mencari hawa dingin dan sejuk ke Kota Batu. Tapi sejak 2000-an keatas Batu sudah mulai panas juga kalau kemarau. hanya ditempat-tempat tertentu saja dan malam hari yang terasa dingin disini Mas”. “Emang benar ya Pak kalo siang gini Batu panas juga ya Pak” kataku sambil meraba cuaca yang memang cukup terik di siang itu.  

 Ingatanku jadi melayang ke beberapa waktu silam kala teman-teman kuliah dulu maen ke Malang. Datang jam sembilan malam dari Surabaya mereka minta diajak jalan-jalan. Kemana pikirku tempat yang tepat untuk merekreasikan mereka jam 9 malam. Mal-mal dan tempat nonkrong jam segini juga sudah tutup pikirku. Akhirnya kuajak mereka ke Kota Batu ke daerah Songgoriti yang warung jagung bakarnya buka sampai larut malam. Akhirnya kuajak mereka kesana walaupun dingin minta ampun dengan jagung bakar asin pedas jadilah kayu bakar yang baik untuk menstabilkan suhu tubuh sambil bernostalgila mengenang masa-masa kuliah dulu. Batu masih dingin kataku. Di malam hari tepatnya.

 “Sekarang Batu masih sejuk kalo malam Mas” kata si pemilik bengkel melanjutkan. “Kalo lalu lintasnya gimana pak apa macet juga kadang-kadang sama kayak di Malang? tanyaku menyelidik. “Sama aja Mas kalo musim liburan kemacetan disini bahkan melebihi kota Malang. bahkan kalo pulang dari bengkel ini saya yang hanya 20 meteran ke rumah harus muter muter sampai satu jam untuk sampai ke rumah soalnya jalan depan bengkel ini termasuk jalur wisata ke Jatim Park, Batu Night, Selecta dll. Terpaksalah kita ngalah Mas.”

Hem, sebagai urban people yang belum lama di Malang, ini menjawab pertanyaan saya. Sebulan setelah tiba di Malang setiap ditanya temen-temen bagaimana kota Malang. Saya jawab biasa saja dingin gak panas gak tapi setelah hampir setahun disini saya mengambil kesimpulan Malang sudah panas padahal sejuk dulu Malang dilabeli kota sejuk dan dingin.

Beberapa waktu lalu saya pulang kampung ke Kendal. Bersama adik kandung saya diajak ke Semarang mencari ban untuk mobil sedannya. Setibanya di Jl. Indraprasta tempat sederet pedagang memajang berbagai jenis ban mobil sekaligus dengan pelk2nya suasana cukup panas. Tapi hawanya sejuk dengan adanya pohon-pohon besar di tepi jalan. Ini nih yang harus dikembangin di kota Semarang yang terkenal panas dan banyak nyamuknya di malam hari. Bahkan dari cerita temen-temen di malam hari kalo lagi panas kita melepas pakaian sambil menghidupkan kipas anginpun waktu kita bangun akan basah oleh keringat. Fuiihhhh panas juga ya. Tak sampai disitu kami jalan sampai ke Barito, pusat barang bekas di Semarang. Dan cuacanya wooowww panas banget. Sampai setiap kami berhenti kami cari minuman. Mulai dari es cincau, es dawet, air mineral kami sikat semua untuk mengatasi rasa panas yang luar binasa. Semarang... Its hot than hell kataku untuk menggambarkan panasnya cuaca seperti yang dikatakan orang Barat walaupun mereka belum pernah merasakan panasnya neraka.

 Inilah mungkin yang dikatakan orang2 sebagai global warming. Panas mulai melelehkan orang2 di kota-kota dingin termasuk Malang. Tetapi orang justeru memakai ac dan lemari es yang menggunakan zat karbon penyebab efek rumah kaca katanya. Kapan ya panas ini sanggup melelehkan hati orang-orang yang menebangi hutan Indonesia penyebab global warming. Kapan para pemegang kekuasaan di Riau, Kalimantan dan daerah lainnya sadar dengan ijin penebangan hutan. Miris juga melihat truk2 tronton pengangkut kayu balakan di Riau berjalan dengan santai setiap harinya 24 jam nonstop mengangkut kayu2 hutan. Menangis juga hati ini melihat hutan-hutan di Riau gundul dengan kayu menghitam dan penuh semak-semak tanpa satu pohon hidup sementara banyak cukong yang bertambah kaya dan menertawakan kami. Kapan mereka sadar ya ketika kubah raksasa di kutub untuk menyimpan biji-bijian sedunia mulai dioperasikan. Kapan mereka sadar ya ketika tanda-tanda kiamat sudah dekat. Saya kira mereka tidak akan pernah sadar sampai kiamat terjadi dan mereka masuk ke nereka dan berkata “Oh God Its hot than Earth!”  
 
Sabtu, 2 Mei 2009 Jam 14.00 saat Malang lagi panas-panasnya.



1 komentar:

abuhannan-Shop mengatakan...

wah thole-ne gawe blog
apik le, piye khabare? gak diomeli mas aji ngeblog wae? tak omongne mas aji lho