Kayaknya sudah lama banget saya menepikan blog ini. Saat lagi gak ada kegiatan sambil nunggu BPL antara MU vs Totenham Hotspurs inilah saya punya kesempatan untuk mengupdate blog ini lagi. Tulisan yang ingin saya angkat adalah tentang adanya jual beli suara pemilu legislatif 9 April 2009.
Berhubung sebagai orang kantoran dan adanya bonus dimana tanggal 9 April dijadikan hari libur nasional maka saya sempatkan untuk mencontreng pada tanggal tersebut. Dengan pengorbanan naik bis Handoyo Malang-Semarang selama 8 jam dan ongkos Rp. 140-an jadilah saya ikut nyontreng di kampung. Kebetulan saya sampai di Semarang jam stengah enam pagi dan harus naik angkutan serta ojek sekali lagi untuk sampai di kampung melaksanakan kewajiban saya sebagai warga negara yang baik.
Fakta kedua terjadi di TPS. Waktu penulis datang sekitar jam 10 masih rame-ramenya para pemilih yang nyontreng. Setelah bersalaman dengan orang-orang yang datang di situ, akupun mnyerahkan surat panggilan pada PPS. Sambil menunggu giliran aku masih liat-liat gambar caleg karena ada banyak caleg dan aku gak tau apa yang akan kupilih. Disamping jarang pulkam akupun gak tau masing2 track record para caleg cause selama ini aku di Malang sedangkan para caleg kampanyanyenya di Kendal. “Ojo lali yo Her!” tiba-tiba ada yang nyeletuk di sebelahku. Penasaran dengan suara itu aku langsung menoleh. Ternyata suara itu berasal dari tetanggaku yang sehari harinya pekerjaannya menggembalakan itik. “Ojo lali karo sing ngendi ki Lik?” tanyaku sekedar mengetes mana calon yang direkomendasikannya. “ Sing iki!” katanya tegas sambil tersenyum menunjuk gambar calon yang didukungnya. “Beres!” kataku. Padahal tak ada niat sedikitpun dalam hatiku untuk memilih calon tersebut. Disamping aku gak tau track recordnya, caleg tersebut berasal dari partai antah berantah yang baru kulihat gambarnya. Daripada membuang2 suara mending kuberikan suaraku pada partai pilihanku yang sudah kudengar track recordnya dan kayaknya bakal terpilih.
Akhirnya dengan cekatan kucontreng calegku setelah menunggu sekian lama. Ternyata gampang buatku belum tentu gampang buat orang lain. Hansip PPS yang mencontrengpun kebingungan mencari calon yang harus di contreng. Karena walaupun sudah ngapalin dari luar fotonya. Ternyata di kertas suara yang muncul nama partai dan caleg bukan fotonya. Apalagi ditambah 4 kertas suara semakin kebingungan nampaknya para pemilih.
Keluar dari PPS aku tidak langsung pulang tetapi ngobrol2 dengan para pemilih yang sudah mencontreng. Langsung kudekati pria penggembala bebek yang tadi menyarankan aku untuk memilih salah satu caleg. Ternyata dia juga memantau orang2 yang telah diamplopinya apakah sudah memilih caleg yang direkomendasikan. Menurut dia pasti ada saja orang yang salah mencontreng dan orang2 ini akan mengurangi suara dan otomatis amplopnya harus ditarik karena tidak memilih calegnya karena suaranya hilang atau memilih calon lain. Benar juga setelah perhitungan suara dari sekitar 70-an orang yang diberi amplop ternyata hanya sekitar 50-an orang yang memilih caleg tersebut. Dan anehnya banyak orang yang memilih caleg di kertas suara tertentu sedangkan yang lain dikosongi. Alias mencontreng hanya di satu surat suara saja. Dasar orang kampung pikirku padahal aku sendiri masih orang kampung he he he..
Setelah perhitungan suara di desaku ternyata tiap2 TPS dimenangkan oleh partai yang berbeda-beda. Apa sebabnya? fakta ketiga berbicara. Dari keterangan Bapakku, ada yang satu TPS yang pemilihnya mendukung caleg dari partai tertentu karena gang2 di dusun pemilih tersebut diper keras dengan aspal dan beton oleh caleg tertentu. Dan caleg tersebut mendapat suara mayoritas di TPS yang bersangkutan.
Ya itulah dinamika demokrasi. Kadang2 orang kampungpun ingin berpesta dengan cara mereka sendiri. Mungkin inilah uang muka yang mereka minta dari para caleg sebelum mereka duduk di kursi legislatif. Daripada mereka tidak mendapat apa-apa dan dilupakan para caleg ketika mereka sudah duduk di kursi dewan, mending mereka meminta dibeli suaranya dan dapat uang atau fasilitas. Demokrasi memang sudah menjadi democrazy di negeri ini. Kembali ke jaman dulu, kalau dulu ada istilah barter barang sebelum adanya uang. Kini setelah adanya uang berubah menjadi barter suara dengan uang/fasilitas. Akankah ini terulang di pemilu presiden? Tunggu tanggal mainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar